Hmm...
Ditengah kekacauan pikiran dan hati. Kebimbangan atas kejadian yang terjadi, atas efeknya terhadap fisik dan mental. Semua tertumpah dalam satu kata gaul yaitu GALAU. (baca ghalau seperti gaya anak gaoel)
GALAU, sungguh kata-kata anak muda jaman sekarang. Kata yang mencerminkan perasaan muda-mudi masa kini. Semua menyebutkan GALAU. Setiap detik terucap oleh muda-mudi Indonesia. Tertulis dalam status di Facebook ataupun Twitter dimana tempat orang-orang modern berkumpul. Media yang amat sangat tepat, tempat ber-GALAU ria. Bahkan Harris “Zeke” Khaseli, anak gaul masa kini, anak seorang pejabat terkenal, ipar dari olahragawan bulu tangkis kebanggaan tanah air, mantan pacar dari seorang artis muda nan cantik yang amat sangat terkenal, bahkan menciptakan sebuah lagu berjudul “GALAU is so 2002”. Betapa kata GALAU amat terkenal menjadi icon muda-mudi jaman modern di Indonesia tercinta kita. Artinya apakah masa depan bangsa kita penuh dengan ke-GALAU-an? Sungguh miris.
Namun saya adalah masa depan Indonesia yang sedang dilanda ke-GALAU-an, atas masalah yang tidak jauh-jauh dengan urusan perasaan akan lawan jenis. *Kenapa ke-GALAU-an anak muda ga jauh-jauh dari masalah ini sih ya.... saya juga bingung. Saya rasa ini semua pengaruh Televisi. Namun, bagi saya ke-GALAU-an ini bukanlah urusan yang berat atau masalah yang paling menderita dalam hidup. Saya adalah orang yang tidak suka menjadikan masalah ini yang paling berat. Ini sungguh jauh di bawah dari masalah kemiskinan di tanah air ini, perkara korupsi yang tak kunjung beres, bencana alam yang merusak hidup orang-orang, yaa iyalah... namun juga masih dibawah dari nilai jeblog, ga punya duit karena belum dapet kiriman, mendapat pertengkaran sosial, kena fitnah, bahkan kaki keseleo. Ini masih sungguh sepele. Namun, kenapa kalau Cuma sepele masih saja dipersoalkan seperti ini. namanya juga anak muda, seneng banget LEBAY. Inilah fenomena LEBAY yang tidak kalah dengan fenomena ALAY. Sungguh tragis.
Senang mengumbar-umbar perasaan. Itulah anak MUDA. Maka, mumpung masih muda, tidak punya malu mengumbar-umbar masalah yang mereka hadapi, dan mumpung masih muda bisa seenak jidat berteriak-teriak mengatakan apa yang disukai, maka mumpung masih muda, saya merasa bebas melakukan sesuatu. Hanya saja, semua masih ada batas-batasnya. Yang menjadi tolak ukur kebebasan saya adalah koneksi internet. Tanpa ada koneksi internet maka kebebasan saya menjadi terbatas, kebebasan saya mengumbar-umbar status! di jejaring sosial beken, karena saya tak mungkin membuat flier-flier tentang perasaan saya, memasang iklan yang mengatakan pikiran saya, memberi tahu setiap orang yang lewat tentang pendapat saya. Saya MALU lah. Bayangkan hidupmu tanpa koneksi internet, apalah arti hidupmu kawan? Apa? Sesungguhnya pasti hidupmu hampa..
(namun, sebut saja Alman--sebetulnya ini nama asli--ia menghapus akun jejaring sosial beken miliknya, cuma dengan alasan ia bosan. dan sebut saja Jisung--okeh, ini nama alias yang mempunyai nama asli Soleh Solihun (haha)--ga tau kenapa ni orang ga punya akun beken itu, jangan-jangan karena pencipta jejaring ini Yahudi lagi. DAN, teman-temannya terheran akan pertanyaan "kenapa ya? buset deh, jaman sekarang ada ya yang ga punya FB" namun begitulah adanya)
Bicara soal GALAU yang menjangkiti pikiran saya. Ini semua karena..
Datanglah seorang pria dalam kebosanan akan kondisi yang sama setiap hari tanpa sedikitpun yang menarik. Dia datang karena ada sebab yang saya buat sendiri. Hai, sungguh karma itu ada. Ada sebab ada akibat. Sidharta Gautama telah menjadikan halnya menjadi filosofi.
Sebab, mulut dan pikiran saya tidak bisa disaring dengan benar. Mengatakan sesuatu tentang fisik seseorang atas orang yang lainnya. Tentu saja, orang yang merasa dibicarakan akan mencari sumber perkataan itu. Maka, ketemulah orang itu. SAYA. oh, sungguh saya tidak bermaksud apapun.
Entah saya yang salah, atau pria ini yang salah paham. Maka, akibatnya menjadi menimpa saya seperti ini. setiap hari harus mendengar orang-orang dalam lingkungan pergaulan sampingan saya menjadi mencemooh saya, sampai saya tidak dapat membantahnya lagu. Karena memang itu kenyataan. Sungguh saya tidak sakit hati dengan mereka, dalam lubuk hati didalam saya menyukainya. Sungguh aneh!
(teori pergaulan sampingan versi SAYA: kita semua punya pergaulan inti dan pergaulan sampingan bukan. Keduanya bisa saja saling berhubungan juga, dan bisa juga tidak ada hubungan sosial sama sekali. Pergaulan sampingan bisa saja berubah menjadi pergaulan inti atau sebaliknya. pergaulan inti adalah pergaulan dimana seseorang menciptakan lingkungan sosialnya di kesehariannya, setiap saat, setiap waktu, misalnya saja keluarga, teman-teman se-GENG, atau se-sekolah, kampus (atau institusi/lembaga tempat seseorang menghabiskan banyak waktu), sedangkan pergaulan sampingan adalah dimana seseorang tidak setiap waktu berada di lingkungan sosial itu. Yaaaa, kira-kira gitu lah. Sok TEORITIS!)
Kembali lagi. Dia me-add akun situs jejaring sosial saya. Menyapa saya dengan pengecut melaluinya. Situs jejaring ini adalah level paling pengecut untuk seseorang mencoba keberanian mereka. Saya tidak pengecut, namun saya merespon saja apa yang pria ini katakan. Saya ingin bersikap ramah dan menarik. Sesungguhnya saya lebih suka menyapa, berbicara kepada seseorang secarakontak mata, agar saya bisa menyelidiki lawan bicara saya. Mata mempunyai efek yang luar biasa dalam komunikasi. Lalu, lingkungan pergaulan sampingan saya mengetahui hal ini dan makin saja mencemooh saya. Haaa, semua yang saya lakukan serba salah, namun, rasanya tidak ada kata menyesal untuk saat ini. di pertemuan sesungguhnya, saya memberanikan diri ---tentu saja saya berani saya bukan pengecut, menyapa--- menyapa pria itu, dan sekali lagi momen itu salah. Terus menerus cemooh itu datang, sekarang saya sudah tidak memperdulikannya lagi.
Hampir setiap hari pria itu mengganggu saya. Gangguan itu menjadi tidak mengganggu lagi, dengan cara yang pas, merubah gangguan itu menjadi kebutuhan gangguan di keseharian saya yang bosan. Entah sebenarnya dia polos atau pura-pura polos untuk menjadikan dirinya menarik atau bagaimana, yang jelas saya tidak paham. Saya belum pernah benar-benar mengenalnya, walaupun secara realita kita sudah saling mengenal hampir setahun. Saya hanya mengenalnya secara nyata selama 180 jam, kira –kira segitu. Perkenalan sungguhan ini baru kisaran satu bulan. Ohh ternyata sudah segitu ya, rasa-rasanya baru seminggu yang lalu ia mulai menyapa. Namun, keseharian yang membosankan ini lama-lama hilang. Dan sepertinya ia tidak seburuk apa yang saya takutkan.
Dan, tiba-tiba hadir dihadapan saya, seseorang yang setiap detik dalam dua tahun belakangan saya nanti, muncul lagi. Dalam dua tahun itu saya sudah mengalami berbagai petualangan dengannya. Dan sejenak kami menghilang dalam kesibukkan masing-masing, dan muncul dalam keceriaan bersama lagi. Dan karena selalu timbul tenggelam, saya jenuh. Saya ingin menghentikan perasaan tidak pasti dan jenuh. Dia sudah jauh dari gapaian saya. Mungkin saya bisa kembali menggapainya, namun batas itu membuat saya hanya bisa menepuk bahunya, tidak bisa merangkulnya seperti dua tahun lalu itu. Saya mengetahui, kedatangannya membuat semua kebahagiaan kembali menyusut dalam lubang hitam yang menyerap sinar di luar angkasa (blackhole) itu, karena kematian bintang yang sudah tua, namun mempunyai kekuatan yang sangat besar maka menciptakan medan magnet dan mampu bahkan menyerap cahaya sekalipun tanpa bisa kembali lagi. tak ada satu pun di dunia ini mengetahui apa isinya. Maka cahaya kegembiraan saya menyusut dalam blackhole itu. Sungguh kejam dia.
Sedikit saja dia muncul, maka saya akan melupakan kebahagiaan orang lain, maka saya akan tidak memperdulikan orang lain bahkan walalupun orang-orang akan menderita karenanya, saya bahkan akan mungkin merusak kehidupan orang lain, JIKA sedikit saja dia muncul.
Solusi apa yang dibutuhkan oleh saya? adalah jika dia tidak usah muncul sedikitpun di hadapan saya, sedikitpuun, sungguh sedikit saja dia menunjukkan dirinya bahkan hanya ujung jempol kakinya itu, saya dapat mengenali dia. Tidak usah heran saya amat sangat mengenal dirinya, seluruh tubuhnya, seluruh jiwanya, cukup dua tahun membuat saya tidak bisa menghilangkannya. Tapi, sedikitpun tak ada keinginan saya melupakannya. Dalam ketidak sadaran saya mungkin selalu mencarinya. Hal yang tidak dapat lepas ini, berefek luar biasa. Saya kehilangan kemampuan untuk melihat orang lain, saya seperti telah menutup hati. Dimana dan kapan akan terbuka lagi? saya aja ga tau!
Perasaan ini sungguh luar biasa tidak menjadi masalah berat, namun rasanya seperti permen karet menempel di sepatumu. Kamu jijik mengambilnya, walaupun sudah diambil dengan dicongkel atau apa lah, tetap saja masih ada sisa-sisanya. Rasanya setiap melangkah, permen karet sialan itu menempel langsung ditelapak kakimu, walalupun sol sepatumu tebal.
Maka hal itu yang membuat remaja kelahiran tanah air Indonesia ini menjadi GALAU. Sungguh lebay, kawan! Namanya juga anak muda!