12.16.2009

Waiting But..

(Senin, 14 Desember 2009. 21:34)
Sembilan jam di atas tempat tidur. Sembilan jam menanti tubuh ini membaik. Sembilan jam hanya menghabiskan waktu menonton “THE GREAT QUEEN SEONDEOK” di atas tempat tidur dengan si Abu yang setia menemani dan tampaknya sudah mulai memanas, namun masih aja di forsir untuk melayaniku mengeluh kan hal ini. Jika sudah begini, tak ada yang ku hiraukan lagi. SMS pun tidak akan ku baca. Telepon pun tidak akan ku angkat. Dan jika pintuku diketuk akan ku jawab agar mereka pergi dahulu sebelum hal macam ini selesai.

Bosan tidak ada hiburan. Hanya si Abu dan si Merah yang setia menemaniku sekarang. Di sini aku tidak dapat membawa si Melody dan geng Dingin, karena mereka tidak punya tempat di sini. Jadi mereka hanya bisa menungguku memakai mereka saat aku kembali pulang. Dan diary-diary itu jarang lagi aku tulisi dan aku tempeli dan aku gambar, karena entah apa yang membuat ku malas menyentuh mereka. Mungkin karena si Abu yang hampir bisa melakukan apa saja, sehingga aku malas begini capek-capek membuat segalanya dengan tradisional. Kemalasan ini membuat kedetailan yang selalu jadi ciri khasku hampir hilang sudah. Karena detail itu lelah.

Sembilan jam ini memberi waktuku berpikir. Berpikir tentang tiga hari lalu, tiga hari penuh kebencian terhadap para Pengganggu-Pengganggu itu, atau Bedebah-Bedebah kalo kata Aang. Rasanya cukup untuk membenci, walau ku tahu itu tidak akan cepat hilang. Tapi kebencian itu membuat ku merasa lelah. Tadinya aku hanya benci, tapi aku cukup diam. Karena aku lebih suka membiarkan apa yang mau mereka lakukan, dan persetan denganku juga ingin melakukan apa. Tapi, ternyata kebencian itu bukan hanya aku yang rasakan. Wanita-wanita itu juga merasakan, dan timbulah kebencian bersama-sama. Namun, sebenernya aku tidak suka seperti ini. Aku tidak suka membenci orang. Bila pun sudah terlanjur benci, fuck with them. Aku berusaha mungkin tidak akan berurusan dengan mereka jika tidak terpaksa atau mendesak. Dan aku tidak akan mengambil keuntungan dari macam ini. Menurutku itu MUNAFIK. Aku lebih suka mendengarkan mereka berbicara. Yaaaa, aku mengakui ketika memuncak aku menjelekan apa dari mereka yang aku tidak suka itu. Karena aku bingung, omongan ku kalah dengan wanita-wanita itu, rasanya mereka seperti yang paling benci saja. Entahlah, aku merasa aku yang paling benci, bahkan setelah kejadian NOTES yang menimpaku itu, aku semakin benci dengan mereka. Sungguh. Bahkan tidak hanya dengan mereka. Lebih jauh dari itu. Aku lebih benci dengan semua yang ada di tempat buruk itu. Sampai ke inang-inang nya. Namun, semua punya masalahnya sendiri. Semua beranggapan dirinya yang paling menderita, sama ketika merasa diri kita yang paling benar. Karena bagi kita, dunia di ciptakan untuk kita, berputar untuk kita. Jika pun aku punya pilihan utuk pindah seperti Nisa, aku tidak akan berpikir dua kali untuk itu. Sungguh.

Aku menyebut KOLONI. Karena ternyata mereka adalah binatang yang sejenis. Tadinya ku pikir mereka tidak sama, namun tenyata jika kau melihat dalam-dalam lagi... HAH! Terlihat kesamaan mereka. Aku menyebutnya PALSU. Iyaa, orang-orang palsu macam mereka. Mereka tidak menjadi diri sendiri, tapi rela untuk menjadi palsu untuk bisa di terima oleh yang TIDAK PALSU ke dalam koloni mereka. TIDAK PALSU, orang macam ini sudah dari sananya begitu. Mau bagaimana lagi, tidak mungkin lagi berubah, kecuali mereka ganti kulit dan ganti hati. Mereka dari dulu sudah terlahir seperti itu. Mungkin jika mereka ganti kulit dan hati sekalipun, mereka akan berganti nama menjadi ORANG PALSU, karena tidak ada yang mempercayai perubahan mereka. Kalo merka KOLONI, ORANG-ORANG PALSU DAN TIDAK PALSU, lalu apa aku ini dan yang lainnya. Khusus aku dan teman-teman, ku bilang kami ini THE REAL. Hmmph, terserah deh. Narsis? Atau merasa menjadi orang suci? HAH! Lebih baik begini kan. Setidaknya aku tetap menjadi diri sendiri. Senang atau tidak..”SUCK ON IT BIAATCH!”

Tadinya aku tidak suka membicarakan hal ini di belakang. Aku hanya diam. Anggap saja, dosa dan pahala tanggung masing-masing. Aku akan menimbun pahala ku sendiri. Namun, kesal juga ya. Haha, akhirnya pun aku membicarakan mereka di belakang. Awalnya, aku terima saja dan cukup ikhlas saja mereka mebicarakan ku di belakang. Terlebih soal “NOTES” itu. Apa sih yang mereka tau soal itu? Nada bicaraku pun tidak. Kalo saat itu nada bicaraku sebenernya baik, sekarang nada bicaraku seperti yang kalian praktek waktu itu. Apa namanya? MENANTANG? Iya, aku berbicara menantang sekarang. Apa ya Karin menyebutnya? “Pengkoreksian perilaku akibat di omong orang lain di belakang”.. aku harap kalian begitu.
Ahhh, sudahlah. Kan lelah mejadi seperti ini. Aku toh hanya bisa tersenyum walau dalam hati ingin melemparkan muntahan kepada kalian. Aku lebih suka sabar. Siapa tau lama kelamaan hal ini akan berubah. Berubah ke arah yang lebih baik. Mengharapkan nasib ku ber-“REFORMASI”.. haha. Mengharapkan aku tidak akan benci lagi terhadap kalian, mengharapkan tempat ini layaknya mimpi indah yang tidak pernah ku sesali, mengharapkan tidak ada orang-orang PALSU lagi. namun ku rasa itulah macamnya hidup. Sampai mati di luar sana akan lebih banyak lagi orang begini. Eneg bukan, but FACE IT, bung!
Hmm, yang ku syukuri, betapa enaknya menjadi DIRI SENDIRI.

12.15.2009

Kosong

Selasa, 8 desember 2009
I dont know waht happen to me today. It’s feel like i’m in very bad shape. Something gone wrong this last. Maybe it’s just PMS. Mungkin aku mau menstruasi. Ini tanggal-tanggal yang sudah harus dijalani.
Pagi yang sangat malas untuk bangun. Akibat tidak bisa tidur malam. Entah kenapa selalu terbangun pada sekitar pada jam 2-3 pagi.. dan susah kembali tidur. Mungkin takut akan film-film horor yang akhir-akhir ini aku tonton. Atau ini yang namanya rasa khawatir atau stress. Mulai insomia. Mungkin? Ini seperti ibuku. Ini rasanya menjadi insomianisme. Hahaha.. ga enak jga sih. Hari-hari selanjutnya harus ku lalui dengan “waltz muram”..
Dan kemalasan pagi hari ini, membuatku malas untuk keluar kamar. Rasanya ingin berteriak di pagi ini dengan kencang, kencang bagaikan perawan ingin di ambil kesuciannya oleh orang jahat. Dan ingin menangis layaknya gadis kehilangan ayah kesayangannya. Tapi, tak bisa kulakukan itu, berteriak di bawah bantal dan selimut pun tak dapat kulakukan. Rasanya tertahankan bagai seorang yang ketakutan melihat bayangan menyeramkan dibawah tempat tidurnya. Dalam kekosongan itu, pintu kamar berbunyi, tok tok tok tok. Empat kali, aku menghitungnya. Dan wanita di luar memanggilku, “Neng!!”. Aku tidak menjawab untuk sejenak, mengisi kembali pikiran, lalu wanita di luar memanggilku lagi, “Neng!!”, dan, “Iya..” ku bangun dari tembat tidur dan berjalan sebanyak dua langkah, membuka pintu. Berbincang sejenak dengan Bu Iin, wanita yang membersihkan tempat ini dari kekacauan yang lebih banyak mereka sebabkan dari pada aku. Bahkan aku hampir tidak pernah membuat kekacauan itu, aku jarang tinggal di sini, lebih banyak waktu ku untuk tidur di tempat lain dari pada di sini. Kurebahkan lagi badanku, menarik selimut dan memeluk guling. Ku tatap bawah meja, melihat sepatu kuning buatan perusahaan Adi Dasser. Aku takut melihat tempat itu, seperti ada yang mengawasi dari sana. Sepatu kuningku itu. Sepatu yang sekarang menurutku agak norak, sepatu yang kubeli bersama Uma. Entah kenapa aku malas memakainya lagi. Seperti malas di pagi hari ini. Ku miringkan badanku membelakanginya. Ku lihat handphone merahku itu. Sekarang pukul 07.00. ku kirimkan sms ke hasnah, kalo aku tidak ingin masuk IAD hari ini. Aku bilang aku ngantuk karena tidak bisa tidur semalam. Setelah aku tekan ‘send’, aku tertidur kembali.
Jam 08.00 aku membuka dua jendela itu. Memasak air, memasukan bubuk susu rasa pisang ke dalam gelasku. Mengambil indomie dan telur. Dan segera setelah selesai dengan semua itu. Aku mandi.
Rasanya buruk sekali hari ini. Tidak ada perasaan cerah. Aku menelpon Melly dengan suara kasar. Dia pun membalas dengan sama kasarnya. Kurasa itu saat aku harus menyelesaikan pembicaraan itu. Aku membeli lima lembar transparancy untuknya. Kurasa aku agak sebal akhir-akhir ini dengannya. Lima hari aku nginep di tempatnya, kurasa terlalu berlebihan. Mungkin terlalu banyak bersama dengan orang yang sama akan membuatmu sedikit muak kan. Kalau gitu saat ini harus menjaga jarak sedikit agar perasaan sebal itu hilang. Ahhh, pasti ini aku saja yang terlalu PMS-an.. maaf kan teman ku. Si Melly ini salah satu teman yang menurutku normal dri antara orang-orang di sini. Eh, Mel, engkau normal ga sih?? Hihi..
Aku kesulitan keuangan minggu ini. Hrrr, ini dia kalo lagi sama Melly, sungguh deh. Pengeluaran menjadi kacau tidak karuan. Dia juga kacau, saya juga kacau. Ga da yang bisa mengontrol. Dia sih enak, tinggal gesek.. (ahaha, gesek apaan tuh) nah aku, gesek apaan lagi. ATMnya masih ada 20 juta.. (jeeh, tau gitu gw. Bis keliatan waktu dia ngambil atm) lah sayaa, Cuma 200 ribu dah. Paraaah amat. Stress. Di tambah aku di marahin sama bapak, gara-gara ini. Dan dia menghukumku dengan tidak mengirimkan uang lagi walaupun sudah ludes begitu. Oooohhh..
Dan hal ini semua, membuat penampilan retorika ku hancur berantakan! Bahkan aku tidak bisa mengendalikan perasaan cemasku tentang semua ini selama berada di depan audience. Bahakan ada dimana aku tidak tau harus mengatakan apapun. Rasanya kosong yang menghampiriku pagi ini muncul lagi di saat yang tidak tepat. Crash down! Aku rasa nilaiku hari ini jatuh bagaikan pesawat tanpa mesin di angkasa. Tidak berguna.
Malam ini, aku eneg dengan spaghetti yang ku masak sendiri. Aku tidak ingin memakannya sekarang, sambil menngulas ini semua. Tangan kiriku mengaduk-aduk mangkuk tanpa sedikitpun ingin memakannya. Ini adalah sampah. Aku tidak punya uang, jadi aku harus memakannya suka tidak suka. Dan NYAAAMM.. ini sendokan pertama dalam mulutku.
Selamat makan, kosong!

12.10.2009

Bright-Truth-Chat-Night


This night has a bright sky. I see it with bright eyes.
Stars upon the head shining like this is the last time they can shine for earth.
And greedy ruin my eyes like i will see them again.
After so hard rain., we are chattering in long time hard.
Our anthusiasm in speak out loud make us forget the time has late.
But sky still bright, bright like never do.
Truthfully, naivity, and meanness out loud from our mouth and hearth.
It’s hurt but honest. But better then you do.
Everything cleary by time when we are chattering.
We are chatter box.
“sekarang jam berapa has? Gila”
“haa, iya jam sepuluh. Anterin gw rat...”
“iyalah, gw anterin”
Sambil berjalan menembus dingin dan kabut asap dalam gelap terus kita berbicara seperti kotak musik. Kotak musik hati lebih tepatnya. Kotak musik hati memang lebih merdu terdengar dari pada kotak itu bisu. Apapun suara yang keluar, menurut saya itu lebih merdu walaupun keluar dengan cara yang menyakitkan.
Entah apa namannya, kita ini terlalu jujur atau masih naif. Kita dengan sok membahas soal kedewasaan. Lebih tepatnya lagi, disini saya yang sok. Seperti biasa ke-sok-an diri mengusai kesombongan. Tapi lebih menyenangkan ketika berbicara tanpa adanya beban.
Kotak suara ini sudah berbicara lama selama enam jam non-stop. Dalam 2 jam pertama aku sudah lelah dan sakit perut. Fiuh, ada kesempatan istirahat 3 menit istirahat ketika hasnah sholat ashar. Dan 3 menit ketika sholat maghrib. Sengaja aku tidak menyuruhnya pulang cepat-cepat. Karena saya senang pembicaraan seperti ini. Bukan sebagai seseorang yang spesial. Namun, lebih kepada berbagi pengalaman dan mengutarakan kejujuran. Walupun tak ada masalah yang terjadi. Tapi kami mengalami masalah yang sama. Satu hal, “KETIDAK NYAMANAN”. Tidak hanya dia yang sudah membahas tentang hal ini kepada ku. Setelah aku urut-urut ternyata tidak sedikit yang merasakan hal ini. Dia bukan orang pertama cerita tentang hal ini. Namun, dia orang pertama yang jujur tentang keadaaan yang dirasakan.
Walaupun rasanya sudah kehabisan energi tapi, malam ini rasanya bisa tridur nyenyak. Insya Allah.. tanpa ada rasa kosong yang menghampiri. Mungkin nyenyak karena sudah kehabisan energi. Speakernya mulai sember ternyata. Dan baterenya mulai habis. Di akhiri dengan melihat langit cerah sehingga bintang-bintang pun terlihat terang. Mengantar kepulangan Hasnah menuju angkutan kota, berjalan pulang sendiri di dalam gelapnya jalan Tamansari, namun ternyata mendongakkan kepala, bintang-bintang menemaniku terang berjalan kembali.
Ada suatu yang mengejutkan dulunya. Yang awalnya terpikir seorang Hasnah yang telihat ingin eksis dan betapa terlihat sepertinya mencintai tempat ini, ternyata bermuka dua. Hmm, konteks yang cukup membuatnya memiliki sifat negatif yang akan membuatnya bisa dijauhi. Semua orang benci dengan orang bermuka dua, namun dia bisa dibilang bermuka dua yang baik. Jauh dalam hatinya ada sebenernya ga jauh sih, entahlah, aku tidak bisa sok tahu mengatakan ternyata dia amat sangat mebenci dengan tempat ini. Dia merasa dia mungkin dalam situasi dan tempat yang salah dan baru dia sadari (hih, padahal aku sudah menyadarinya dari dahulu, naif amat sih dia. Tidak semua orang itu baik, Has, seperti yang kau kira. Ku bilang mereka adalah orang palsu) dia sudah terlibat terlalu jauh dan ingin segera mengakhirinya. Meninggalkan tempat ini untuk kebaikan mental dia aku rasa.. hahaha.
Aku sudah lama menilai ini bukan tempat yang untuk ku. Sekali lagi aku masuk di tempat orang-orang palsu berada. Sekali lagi? yaa, dulu pernah, tempat yang aku sesali. Namun di akhir waktu aku tidak menyesalinya, di tempat seperti itu pun masih terdapat orang-orang yang normal. Dan pertanyaannya, apakah ada orang-orang tersebut ada lagi di sini? Jawabannya hanya waktu, mungkin ada. Aku menemukannya segelintir.
hei sebenernya aku yang salah tempat, atau tempatnya yang salah sih? sepertinya ke-eneg-an ini bukan hanya kita yang rasakan. aku rasa masih banyak di luar sana yang merasakan hal yang sama. entah siapa, tapi aku yakin saja. jikalau ternyata kami adalah satu-satunya yang merasa terjebak maka "AKU SALAH TEMPAT" yang cocok dengan kesialan ini. teteapi jika kami adalah sekian orang yang merasakan hal yang sama, maka "TEMPATNYA YANG SALAH" dan "AKU SALAH TEMPAT" bisa juga terjadi. bingung? ga usah dipikiran lah, cukup saya saja.
Berbicara rencana akan kepindahan.
Kita tidak mau juga menjadi orang yang dikenal sebagai pengkhianat pertama di sini. Kita cari jalan aman. Sebagai orang kedua pengkhianat lebih baik dari pada yang pertama. lebih bagus kita memilih kapak dari kayu dari pada kapak dari emas atau perak. Kita tidak akan tercebur dalam kolam karena kerakusan. Namun kita akan membawa pulang ketiga kapak itu. Emas, perak dan kayu.
Terserah mau diomong orang lain apa. Mulut mereka siapa yang membaui. Dibayar pun aku tidak mau. Lebih baik menjadi diri sendiri.
Kata Hasnah nengutip perkataan ayahnya... aku suka dengan cerita ini.
“kamu tau ikan di laut. Apakah dagingnya asin? Tidak kan. Dia hidup di laut, sudah mengelilingi dunia. Laut itu asin kan, tetapi ikan tetap ikan tidak asin dagingnya walaupun selalu ada di laut”
“has, gw suka dengan istilah ini”
Peduli setan dengan orang lain. Aku tetaplah aku. Aku hanya aku yang menjalani. Aku tidak perlu menjadi kamu untuk berhasil. Aku akan berhasil dengan caraku sendiri. Mau aku berjalan lama atau sebentar. Aku tetap menikmati. Merasakan. Aku tidak akan merugikan kamu, dan sebaiknya kamu pun begitu. Kamu baik, aku baik. Aku baik, aku harap kamu juga begitu. Dengan itu, kita tidak saling menyakiti. Karena kita tetaplah masing-masing.
Egois?? Namun hidup tetaplah perjuangan.

Selamat berjuang. Selamat menikmati langit yang cerah :')