10.08.2015

Momen Terbaik atau... (Terburuk)


foto oleh: IHSANUDDIN | kompas.com

Pagi itu cukup baik bagi gue, karena bisa memperbaiki pola istirahat yang memang selalu berantakan setiap hari, usai make jatah libur (Jumat-Sabtu) buat tidur seharian. Maka bersemangatlah gue menuju kantor pukul 10.00. Kali ini pun gue bisa ga tertidur dalam perjalanan menggunakan bis menuju kantor. Gue bisa chat selama perjalanan.. biasa rame-ramein grup Whatsapp.. sampe berita jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501 berhembus dan kabarnya kantor sudah memulai breaking news.

Divisi gue tidak ribut soal itu, karena memang kami hanya fokus berita olahraga saja, dan program Kompas Sport Petang masih tetap sesuai jadwal untuk sementara. Tugas gue kali ini pun hanya rought cut materi editing dokumenter olahraga.. sampai akhirnya sore hari tiba.

Salah satu produser gue menghampiri gue yang ruang editing, yang melontarkan kalimat yang menjurus pada penyataan daripada pertanyaan.

“Rat, lo berangkat ya ke Singapur...” Mas Deden yang masih megang gagang pintu editing.
“Ha? Ngapain......... AirAsia??” Gue masih berpikir, ada event olahraga apa lagi di Singapura sebelum akhirnya gue paham maksudnya apa, “Hmmmm... mmmm.. duh.... yaaaa.... gimana ya.. O..o.. oke”.
“Mending sekarang lo riset sebanyak-banyaknya, lo bawa passport sekarang? Ada baju ganti ga?” sambil produser gue meniggalkan gue gitu aja yang termangu

Well, gue tau sebetulnya SOP kantor, setiap reporter paling harus meninggalkan baju ganti cadangan yang siap pakai. Tidak lain untuk kejadian darurat seperti ini. Gue masih berpikir untuk menolak hal itu, antara yakin atau tidak. Karena dalam hati gue tertantang untuk melakukan hal yang baru – walau di luar keahlian gue – yang benar.. benar.. benar.. baru.

Kenapa harus gue? Salat satu alasannya, banyaknya reporter news bulletin yang sedang masa cuti natal juga tahun baru. Keberadaan gue pun akhirnya dapat menjadi bala bantuan tambahan bagi Kompas TV. 

Keputusan gue menyanggupi tugas ini, setelah berkonsultasi dengan produser yang gue anggap sebagai mentor terbaik gue, Retno Lestari (kapan-kapan gue ceritain soal dia). Dia memberikan pendapat (positif tambahan) bahwa meyakini apapun yang gue lakukan pasti mampu memuaskan banyak pihak.. ini adalah moment terbaik untuk gue (sebagai jurnalis).

Di lain pihak, peristiwa ini tentunya menjadi hal terburuk bagi yang pernah mereka alami. Tidak ada yang ingin mendapatkan nasib buruk dengan ditinggalkan oleh orang-orang yang dicintainya dengan cara seperti ini. Mereka berharap dapat bertemu lagi dengan para penumpang dilain waktu setelah melakukan liburan, kunjungan, pekerjaan, dll di Singapura. Bahkan seperti yang sudah diberitakan, justru peristiwa ini meninggalkan bekas yang dalam bagi yang ditinggalkan karena rata-rata korban jatuhnya QZ8501 mempunyai hubungan satu darah (keluarga).

Sebagai pembuat berita, di sana kami harus membuat hati kami sebagi manusia mati rasa.. mendapatkan berita seaktual dan faktual mungkin, bagaimana pun caranya.. walau harus melihat hal-hal terburuk sambil menahan emosi.


Deep.. very deep condelences!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar