Memasuki masa 'jarang kuliah' akhirnya tiba. Mata kuliah yang harus dijalani yaa sudah dijalani, tersisa makul Audit Komunikasi, sisanya hanya mata kuliah wajib KRS tapi ga wajib masuk kelas. Untuk anak Unpad pasti mengalami Job-training dan Seminar yang harus dijalani sebelum memasuki langkah akhir, Skripsi.
Kebetulan saya sudah mengalami Job-training di Bank Indonesia Bandung. Mendapatkan pengalaman dibidang ekonomi, which is bukan major bidang saya yang Komunikasi Pemasaran banget. Tapi memang semua bidang memerlukan Komunikasi, jadi disanalah saya belajar bagaimana 'memasarkan' Bank Indonesia melalui tugasnya yang berkaitan dengan perekonomian. Yes, learning something new is so much fun.
Masuk ke Seminar. Lewat makul ini, mahasiswa 'dilatih' lagi untuk membuat 'skripsi bayangan' selain pada makul Metode Penelitian. Dosen pembimbing saya meminta kami untuk mencari ketertarikan terhadap suatu hal terlebih dahulu untuk dijadikan judul tanpa harus memikirkan metodenya. Saat inilah kepekaan radar terhadap hal-hal unik disekitar kita harus ditingkatkan. Tapi sudah seminggu lewat saya juga belum menemukan apapun, sampai akhirnya ketika saya sakit gara-gara asap rokok muncul.
Hei, bagaimana kalau tentang
"Kamapnye Anti Rokok"? Kebetulan saya inget tentang film dokumenter Vanguard yang berjudul
"Sex, Lies, and Cigarrette". You should click it and watch it, youtube provide these. Dosen saya perokok, dia hanya tertawa-tawa saya menawarkan judul ini, ditambah saya memastikan dia tidak terkena dampak apapun dari box putih dengan tulisan tegas hitam di setiap kemasan rokok dibawah ini.
Dia menawarkan judul, "Strategi Kampanye Lembaga X". Saya sedikit tertarik, tapi kemudian saya mulai lebih tertarik mengenai pemasaran sukses industri rokok yang menargetkan pasarnya secara tertulis 18 tahun keatas, dan tidak tertulis 14 tahun keatas, tanpa ada larangan konsumen dibawah usia itu untuk membelinya. Menurut kalian apakah itu menarik?
Yang kedua, entah mengapa setiap saya melihat Waria ada ketertarikan yang muncul, ingin tahu siapa mereka didalam tubuhnya. Waria adalah kelamin ketiga yang tidak pernah diakui secara umum. Mungkin hanya 10% orang didunia mengenal Waria sebagai kenalannya, dan lebih sedikit dari itu mengakui mereka temannya. Dibalik apapun penampilan luarnya itu, seperti pekerjaan pengemis, mereka juga manusia yang ingin diakui, walaupun pekerjaan mereka dianggap tidak normal bahkan 'haram'. Ditambah ada Pesantren Waria di sudut Yogjakarta, Notoyudan. Di tema inilah Dosen saya lebih tertarik. "Pola Pembinaan Pesantren Waria", tapi kesulitannya adalah lokasi penelitian yang mungkin agak sulit dijangkau saya. Hmmmm.
|
Apa lagi yang kurang unik dari komunitas ini! |
|
Maryani, pendiri Pesantren khusus Waria |
Yang ketiga, tema ini muncul karena tetangga sebelah rumah. Mereka adalah yang bisa dibilang tidak baik untuk perkembangan anak. Mereka mempunyai dua anak laki-laki berusia 10 tahun dan 5 tahun. Ayahnya residivis dan mantan preman, ibunya seorang Jawa dengan logat ngapak-ngapak, namun besar di Tangerang. Yaah, kurang lebih, budaya Betawi kasarnya lebih dominan. Yang memprihatinkan adalah kesehatan dan perilaku anak-anak ini. Sejak kecil mereka sudah mengenal kalimat kutukan paling hina, anak paling bau di daerahnya, tidak mengenal kasih sayang terhadap sesama, dan sampai mengutil barang-barang tetangganya, dan lebih parah lagi, orangtuanya tidak melakukan apapun untuk merubah kebiasaan anaknya tersebut. Yang bikin saya penasaran apasih yang mereka tonton, apa sih yang mereka komunikasikan, secara setiap hari saya hanya mendengar orangtuanya berteriak kutukan macam-macam ke anak-anaknya. Yang menjadi kesulitan disini adalah saya takut mereka tersinggung jika saya menjadikan mereka penelitian.
Sampai sekarang, saya belum bisa menentukan tema mana yang akan diangkat... sedangkan Seminar tinggal seminggu lagi. Huft