This night has a bright sky. I see it with bright eyes.
Stars upon the head shining like this is the last time they can shine for earth.
And greedy ruin my eyes like i will see them again.
After so hard rain., we are chattering in long time hard.
Our anthusiasm in speak out loud make us forget the time has late.
But sky still bright, bright like never do.
Truthfully, naivity, and meanness out loud from our mouth and hearth.
It’s hurt but honest. But better then you do.
Everything cleary by time when we are chattering.
We are chatter box.
“sekarang jam berapa has? Gila”
“haa, iya jam sepuluh. Anterin gw rat...”
“iyalah, gw anterin”
Sambil berjalan menembus dingin dan kabut asap dalam gelap terus kita berbicara seperti kotak musik. Kotak musik hati lebih tepatnya. Kotak musik hati memang lebih merdu terdengar dari pada kotak itu bisu. Apapun suara yang keluar, menurut saya itu lebih merdu walaupun keluar dengan cara yang menyakitkan.
Entah apa namannya, kita ini terlalu jujur atau masih naif. Kita dengan sok membahas soal kedewasaan. Lebih tepatnya lagi, disini saya yang sok. Seperti biasa ke-sok-an diri mengusai kesombongan. Tapi lebih menyenangkan ketika berbicara tanpa adanya beban.
Kotak suara ini sudah berbicara lama selama enam jam non-stop. Dalam 2 jam pertama aku sudah lelah dan sakit perut. Fiuh, ada kesempatan istirahat 3 menit istirahat ketika hasnah sholat ashar. Dan 3 menit ketika sholat maghrib. Sengaja aku tidak menyuruhnya pulang cepat-cepat. Karena saya senang pembicaraan seperti ini. Bukan sebagai seseorang yang spesial. Namun, lebih kepada berbagi pengalaman dan mengutarakan kejujuran. Walupun tak ada masalah yang terjadi. Tapi kami mengalami masalah yang sama. Satu hal, “KETIDAK NYAMANAN”. Tidak hanya dia yang sudah membahas tentang hal ini kepada ku. Setelah aku urut-urut ternyata tidak sedikit yang merasakan hal ini. Dia bukan orang pertama cerita tentang hal ini. Namun, dia orang pertama yang jujur tentang keadaaan yang dirasakan.
Walaupun rasanya sudah kehabisan energi tapi, malam ini rasanya bisa tridur nyenyak. Insya Allah.. tanpa ada rasa kosong yang menghampiri. Mungkin nyenyak karena sudah kehabisan energi. Speakernya mulai sember ternyata. Dan baterenya mulai habis. Di akhiri dengan melihat langit cerah sehingga bintang-bintang pun terlihat terang. Mengantar kepulangan Hasnah menuju angkutan kota, berjalan pulang sendiri di dalam gelapnya jalan Tamansari, namun ternyata mendongakkan kepala, bintang-bintang menemaniku terang berjalan kembali.
Ada suatu yang mengejutkan dulunya. Yang awalnya terpikir seorang Hasnah yang telihat ingin eksis dan betapa terlihat sepertinya mencintai tempat ini, ternyata bermuka dua. Hmm, konteks yang cukup membuatnya memiliki sifat negatif yang akan membuatnya bisa dijauhi. Semua orang benci dengan orang bermuka dua, namun dia bisa dibilang bermuka dua yang baik. Jauh dalam hatinya ada sebenernya ga jauh sih, entahlah, aku tidak bisa sok tahu mengatakan ternyata dia amat sangat mebenci dengan tempat ini. Dia merasa dia mungkin dalam situasi dan tempat yang salah dan baru dia sadari (hih, padahal aku sudah menyadarinya dari dahulu, naif amat sih dia. Tidak semua orang itu baik, Has, seperti yang kau kira. Ku bilang mereka adalah orang palsu) dia sudah terlibat terlalu jauh dan ingin segera mengakhirinya. Meninggalkan tempat ini untuk kebaikan mental dia aku rasa.. hahaha.
Aku sudah lama menilai ini bukan tempat yang untuk ku. Sekali lagi aku masuk di tempat orang-orang palsu berada. Sekali lagi? yaa, dulu pernah, tempat yang aku sesali. Namun di akhir waktu aku tidak menyesalinya, di tempat seperti itu pun masih terdapat orang-orang yang normal. Dan pertanyaannya, apakah ada orang-orang tersebut ada lagi di sini? Jawabannya hanya waktu, mungkin ada. Aku menemukannya segelintir.
hei sebenernya aku yang salah tempat, atau tempatnya yang salah sih? sepertinya ke-eneg-an ini bukan hanya kita yang rasakan. aku rasa masih banyak di luar sana yang merasakan hal yang sama. entah siapa, tapi aku yakin saja. jikalau ternyata kami adalah satu-satunya yang merasa terjebak maka "AKU SALAH TEMPAT" yang cocok dengan kesialan ini. teteapi jika kami adalah sekian orang yang merasakan hal yang sama, maka "TEMPATNYA YANG SALAH" dan "AKU SALAH TEMPAT" bisa juga terjadi. bingung? ga usah dipikiran lah, cukup saya saja.
Berbicara rencana akan kepindahan.
Kita tidak mau juga menjadi orang yang dikenal sebagai pengkhianat pertama di sini. Kita cari jalan aman. Sebagai orang kedua pengkhianat lebih baik dari pada yang pertama. lebih bagus kita memilih kapak dari kayu dari pada kapak dari emas atau perak. Kita tidak akan tercebur dalam kolam karena kerakusan. Namun kita akan membawa pulang ketiga kapak itu. Emas, perak dan kayu.
Terserah mau diomong orang lain apa. Mulut mereka siapa yang membaui. Dibayar pun aku tidak mau. Lebih baik menjadi diri sendiri.
Kata Hasnah nengutip perkataan ayahnya... aku suka dengan cerita ini.
“kamu tau ikan di laut. Apakah dagingnya asin? Tidak kan. Dia hidup di laut, sudah mengelilingi dunia. Laut itu asin kan, tetapi ikan tetap ikan tidak asin dagingnya walaupun selalu ada di laut”
“has, gw suka dengan istilah ini”
Peduli setan dengan orang lain. Aku tetaplah aku. Aku hanya aku yang menjalani. Aku tidak perlu menjadi kamu untuk berhasil. Aku akan berhasil dengan caraku sendiri. Mau aku berjalan lama atau sebentar. Aku tetap menikmati. Merasakan. Aku tidak akan merugikan kamu, dan sebaiknya kamu pun begitu. Kamu baik, aku baik. Aku baik, aku harap kamu juga begitu. Dengan itu, kita tidak saling menyakiti. Karena kita tetaplah masing-masing.
Egois?? Namun hidup tetaplah perjuangan.
Selamat berjuang. Selamat menikmati langit yang cerah :')
Tidak ada komentar:
Posting Komentar